Sampai Menjelang Senja, Kala Aku Mengantar Tukik Pulang
Senin, Agustus 01, 2016
Jika sudah membicarakan tentang kura-kura dan penyu,
mataku langsung berbinar, gurat penasaran akan menjadi, senyuman akan tercipta
secara pasti, kadang kala sampai mata berkaca-kaca, terkadang juga cukup dengan
rindu bercampur deg-degan. Sesungguhnya inti dari semua itu bermuara kepada
sesuatu yang dinamakan: cinta.
Ketika ditanya apa alasannya? aku sering bingung
menjawab.
Tapi bukankah cinta itu memang tanpa alasan?
Coba tengok saja apa yang pertama kali menjadi
postingan awalku di blog ini selain buat mamerin beberapa pernak-pernik kura-kura
yang mayoritas hasil hibah-an teman?
Atau betapa aku bersemangat untuk bercerita mengenai
empat kesayangan yang berhasil kumiliki setelah beberapa bulan aku mulai
bekerja?
Bagiku, cinta kepadanya merupakan sebuah energi.
Energi yang bisa menjelma sebagai penyembuh luka capek
ketika lagi capek-capeknya.
Karenanya, aku bisa dengan sukarela sekali
menyisihkan waktu untuk membersihkan kolamnya,
menyikati tempurungnya, atau memberinya makan setiap
pagi.
Yaa… seperti kalian yang suka kucing, suka kelinci,
suka ikan, suka reptile, suka burung, atau mungkin suka kuda. Semua itu kaya
ngasih energi buat menyalurkan jiwa-jiwa perikehewaan sesuai jalurnya kan ya?
Saat ini aku memiliki empat ekor kura-kura, meskipun
dengan personil yang sudah berganti.
Dulu sih pernah punya kura-kura jenis Byuku, tetapi
karena bentuk tubuhnya yang besar dan kolamku belum memenuhi syarat, jadinya
sekarang lebih memilih jenis kura ambon dan kura-kura sejuta umat: RES (Red Ear Slider). Untuk jenis kura-kura
yang super gede dan tentunya juga super mahal seperti: Sulcata, Aldabra, Emys, radiate
dan sebagainya, aku kadang-kadangg pergi ke GL ZOO kalau lagi kangen banget,
atau ke PASTI sambil belajar sama penjualnya bagaimana cara menetaskan telur
kura-kura (yang sampai detik ini pun belum pernah sekalipun berhasil).
Sedangkan untuk jenis penyu?
Untuk jenis penyu, aku lebih kesulitan untuk
melihatnya, menemuinya, apalagi memilikinya.
Memang selamanya makhluk indah satu itu tidak bisa
dimiliki oleh siapapun, karena penyu adalah salah satu hewan yang dilindungi.
Nah, karena keadaannya memang demikian, maka perlu perjuangan banget buat
sekadar bertemu sama dia.
Kurang greget banget kan jika ada cinta tanpa
rintangan dan tantangan apapun?
Maka itu, aku selalu rajin kepoin akun-akun sejenis
konservasi penyu, aktif cari info, siapa tahu ikhtiarku berbuah manis berujung
sebuah pertemuan dengannya?
Ya.. tepat setahun yang lalu aku bisa ikutan release tukik di Pantai Baru Bantul.
Ketika itu, caranya cukup mendaftarkan diri via sms,
kemudian memberi uang donasi konservasi sebesar Rp.25.000,- udah dapat snack
(kacang rebus, pisang rebus, kedelai rebus, kelapa muda utuh), masih ditambah
snack kardus yang berisi: aq*ua, arem-arem, dan kriuk-kriuk, masih ditambah ini
ni:
Meskipun kali itu aku datang seorang diri, tapi benar-benar bisa nambah temen, dapat ilmu, dan tentunya bisa ketemuan sama penyu. Bikin nagih!
Dan akhirnya,
Alhamdulillah glundang-glundungku
weekend ini diselamatkan oleh Faida yang mengajakku kembali ketemuan sama
penyu.
“Yeayy ikutan release tukik lagi!” *langsung
jempalitan bangun dari kasur*.
***
“mbak, kita berangkat dari gejayan” begitu pesan
singkat darinya mengabariku.
Mandiku seadanya, sekilat kecepatan motorku yang saat
itu melesat beberapa menit saja sampai Pantai Samas.
Aku ke tempat ini juga sudah kali kedua, dulu aku
pernah menjenguk beberapa tukik yang baru beberapa ekor menghuni penangkaran
penyu ini.
Sesampainya lokasi, kulihat sekitar masih sepi. Setelah
kupastikan motor terparkir dengan teduh dan aman, aku menuju sebuah rumah yang
memiliki teras tak terlalu luas. Kulihat ada dua perempuan yang sedang asyik duduk-duduk
sambil menghisap batang rokoknya. Aku tunggu beliau sampai selesai meniupkan
kepulan asap itu ke samping kiri, kemudian ternyata beliau melihatku yang sejak
tadi memperhatikannya.
“Mbak, mohon maaf apakah release tukik penyu di sebelah sana?” tanyaku penuh ragu.
“Iya benar, di sebelah sana…”
Beliau langsung berdiri seraya menunjuk arah pantai.
“Ramah sekali!” batinku terkagum.
“Terimakasih mbak…”
“Iya, monggo…” balas beliau sambil tersenyum
Aku menuju arah selatan. Feelingku mengatakan bahwa temanku dan segenap rombongannya belum
sampai lokasi. Ku-cek kembali pesan dariku belum dibacanya, penampakan motornya
pun belum terlihat.
Tetap kuteruskan langkah menuju arah pantai sambil
fokus mendekati penangkaran penyu yang tak jauh lagi di depanku.
Tempat penting yang menyokong lestarinya penyu |
Di tengah rerumputan kering yang dikelilingi
semak-semak tak teralu tinggi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh kehadiran beberapa
gerombol anjing yang mendekatiku.
Secara spontan kuhentikan langkahku, sedangkan dua
anjing berbadan besar itu menatapku semakin dekat.
Aku hanya bisa berdiri mematung, terdiam, sambil komat-kamit baca
doa sebisanya.
Sungguh aku takut dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Taringnya putih runcing-runcing dan kakinya menujuku semakin dekat dan
mendekat.
Kulihat bapak-bapak yang sedang berjalan santai ke
arah barat sambil menenteng kamera.
“Pak, pak… tolong pak”
“ada apa mbak?” jawabnya mendekat.
“ takut itu pak” jawabku dengan suara lemas.
Akhirnya beliau menyelamatkanku dari terror anjing
raksasa itu, selanjutnya kami berjalan bersama menuju penangkaran penyu yang sedari awal ingin segera kutuju.
Setelah memasuki gerbang pintunya yang tak ditutup, kulihat
ada tiga kolam yang salah satunya masih kering tak berisi air.
Satu kolam berisi bayi-bayi lucu penyu (tukik) yang
nantinya akan direlease ke laut
lepas.
Foto tukik-tukik yang akan direlease |
Dia dari tadi dia berenang ke arah barat dan timur dengan kepala yang sesekali menyembul dan menabrak-nabrak dinding kolam. Meskipun sudah kudekati, dia seperti terus menjaga jarak tak mau sekadar saling bertemu tatap. Bahkan, dia telah mengacuhkan ucapan salamku sesaat aku datang tadi.
"Kasian sekali dia mbak, perhatikan saja siripnya!"
Kemudian aku agak memiringkan kepalaku ke arah kanan, agak merendah hendak memeriksa siripnya secara saksama. Perhatianku langsung tertuju kepada kedua sirip depannya yang sudah tiada, hanya tinggal dua sirip belakangnya saja yang tersisa."Kasian sekali dia mbak, perhatikan saja siripnya!"
Penyu yang terdampar di Pantai Samas, sampai saat ini masih dalam penyembuhan dari sakitnya |
Beliau menjelaskan bahwa penyu tersebut ditemukan
terdampar di Pantai Samas dalam keadaan yang cukup memprihatinkan. Kedua sirip
depannya patah dan membusuk.
Keadaannya tersebut tentu harus segera membutuhkan
penanganan serius, karena itu sampai didatangkan dua dokter hewan untuk melakukan
operasi dan amputasi kepada kedua sirip depannya.
Dia kesakitan, matanya sendu sekali dan beberapa hari
ini juga belum mau makan.
Entahlah apakah harus kusuapi dengan ikan-ikan segar
agar dia mau makan terus cepet pulih?
Kebayang bagaimana harus menopang badannya segede itu
bertumpu kepada kayuhan kedua sirip belakang.
Aku terus menungguinya sampai dia menatapku, tapi dia
tak juga begitu.
Beliau telah menceritakan banyak hal tentang penyu, ataupun
tentang sejarah konservasi penyu yang ada di sini.
Aku sempat mengajukan pertanyaan kepada beliau
mengenai jenis-jenis penyu apa saja yang sering mampir bertelur di Pantai
Samas, Pantai Pandansimo, Pantai Baru dan sekitarnya. Beliau menjelaskan bahwa
yang sering mampir ke sini itu ada jenis penyu lekang (Lephidochelys olivacea), kadang penyu sisik, jarang sekali ada penyu
hijau yang mendarat. Tapi pernah sekali penyu belimbing ditemukan mati
terdampar di Pantai Baru.
Sekitar 6 dari 7 jenis penyu yang tersisa di dunia
ada di Indonesia. Dan populasinya kini semakin punah akibat adanya aktifitas
perburuan, bycatch, dan kerusakan
habitat.
Cerita tentang salah satu tokoh pelopor konservasi
penyu di Pantai Samas ini: “Pak Rujito“, ternyata dulu beliau juga merupakan
pemburu aktif penyu. Tetapi setelah mendapatkan sosialisasi dari berbagai
pihak, sekarang beliau malah menjadi tokoh yang cukup aktif melakukan banyak
aksi nyata untuk konservasi penyu.
“Save Sea Turtle !”
Bahkan karena jasanya yang berhasil mengkampanyekan
dan menyelamatkan ribuan tukik, beliau pernah mendapatkan penghargaan kalpataru
di era Presiden Megawati. Sayangnya sore itu aku belum sempat bertemu dengan
Pak Rujito.
Penyu itu?
Eh, penyu itu juga merupakan reptilian purba yang
masih tersisa lho...
Ketika anak-anak kecil pun antusias, eh tapi sirip tukiknya jangan di gaya aerobik begitu ya dek? |
Ah aku kepingin anak cucuku besok pun masih bisa
melihat bentuk penyu :’) atau masih bisa bersama denganku melepasnya ke laut
lepas.
***
Tatapanku kembali menuju penyu malang yang telah
kehilangan dua sirip depannya itu. Terlalu fokus memperhatikannya sampai tanpa
kusadari bapak yang menemaniku sedari tadi pergi entah kemana. Padahal untuk
sekadar berkenalan pun aku belum sempat, apalagi mengucapkan terimakasih. Ah
macam apa aku ini :’(
Di sudut lain sebelah timur, kulihat ada rombongan
mahasiswa kehutanan, aktivis lingkungan, wartawan yang sedang melakukan liputan,
dan rombongan lain yang sedang berdiskusi ringan.
Sesaat kemudian, panitia telah menginstruksikan untuk breefing sebentar. Kebetulan temanku serombongannya
juga sudah datang, kami duduk berjejer sepanjang pagar pembatas ruang terbuka
sebelah timur. Sekitar pukul 16.30 WIB, panitia menyampaikan beberapa peraturan
untuk pelepasan tukik nanti, yang diantaranya sebagai berikut:
- pegang tukik dengan lembut
- berdiri di belakang garis
- jika ombak datang tetap tenang, jangan panik karena takutnya tukik akan terinjak
- untuk yang membawa kamera, boleh ambil foto dari samping atau belakang garis. Hal ini dimaksudkan agar tidak sampai menginjak tukik.
Loh kenapa baru sekitar mau jam 17.00 WIB pelepasan
atau release tukik dilakukan? karena waktu
sore menjelang malam dimungkinkan predator sudah “kenyang” sehingga kecil
kemungkinan untuk memangsa tukik. Intinya sih, untuk menghindari predator yang
aktif pada siang hari.
Memandanginya sebelum direlease yaa |
Seusai breefing
singkat tersebut, kami serombongan dibawa berjalan menuju tepi pantai.
Saat
itu, terlihat keadaan pantai samas yang masih menyisakan pemandangan bekas
abrasi. Pembangunan dan penataan pantainya belum terlalu diseriusi, sangat ironi
jika dibandingkan dengan pembangunan jalan jalur lintas selatan yang sudah
lebar nan mulus, hanya berjarak beberapa puluh meter di sebelah utaranya.
Tukiknya sudah dibawa menuju pantai |
Kenalan ya? |
Haaa rasanya mau tak pegangin terus |
Langkah kaki kami agak melambat, melawan beratnya
menganggat kaki-kaki dari keblusuk pasir pantai yang sore itu ikut disponsori
penuh oleh bunyi keroncongan di perut kami :p
Sesampai di bibir pantai, peserta pelepasan tukik
mulai berjejer rapi di belakang garis, berderet dari ujung timur ke ujung
barat.
Ya.. hari itu, kami akan melepas sekitar 50-an ekor
tukik.
Terlihat di sebelah timur panitia sudah menenteng box
putih yang berisi puluhan tukik dan siap membagikan kepada kami satu per satu.
Aku agak membungkukkan badanku, kepalaku menegok
terus ke arah timur.
“ah kenapa mbak e lama sekali sampai sini?”
tetapi aku kembali teringat akan wejangan “seseorang” yang mengajariku untuk belajar sabar.
tetapi aku kembali teringat akan wejangan “seseorang” yang mengajariku untuk belajar sabar.
Kedua telapak tangankku masih kuusap-usap sambil
sesekali kucium.
“Hemmm sebentar lagi, tak sabar aku bisa memegangi
tubuh mungilnya!”
Penantianku berakhir sudah ketika mbak-mbak yang
menjadi salah satu pengelola @Reispirasi itu akhirnya menyodorkan seekor tukik
kepadaku. Kupegangi dengan lembut jangan sampai dia terjatuh. Sesekali siripnya
mengepak, kemudian dia pura-pura tidur di telapak tanganku. Lucu sekali :*
Pada hitungan ketiga, pelan-pelan mulai kulepaskan dia.
Pertama kali dia mendarat di telapak tanganku |
Dia malah tertidur? |
Kuku-kukuku bersentuh pasir, lima jariku terlentang miring membentuk sudut 30 derajat untuk mengantarnya turun ke pasir.
Aku menyaksikan tapakan-tapakan kecil siripnya mulai mengarungi butiran pasir hitam itu. Langkahnya tak cepat, bahkan sering berhenti karena kebingungan.
Terkadang dia malah menuju ke arah barat, padahal harusnya dia tetap ke selatan.
Lahh, nggak peka banget ya? dari tadi ombak berusaha menjemputnya pulang malah dia terseok-seok ke arah barat, ditambah kadang diselingi berhenti diam seperti sedang ketiduran.
Melepasnya pulang? |
Aku terus menyemangatinya... semangat semangat semangatt! |
Ketika tukik-tukik lain sudah menghilang dari pandangan dijemput ombak menuju laut, tukikku masih berusaha mencari jalan.
Dia masih gamang :p |
Aku masih duduk menungguinya, memastikannya sudah
benar-benar pulang ke rumah.
Ini rasanya seperti melepaskan sesuatu yang kita
cintai tapi sesungguhnya bukan milik kita?
Diantara cemas bercampur doa?
Seperti merestui tapi tetap khawatir?
Ketika hampir dijemput ombak :') |
Penyu kecil,
kini penampakanmu sudah tak kulihat, itu berarti kamu
telah kembali ke rumahmu.
Dimana tubuh mungilmu akan sendirian menerjang ombak
tinggi itu, menyelinap dari predator, dan berjuang mencari makan sendirian.
Setelah besar nanti, aku berharap kamu bisa jadi
penyelam tangguh penjelajah dunia.
Setelah kembali lagi dan kita bertemu di tempat yang
sama, ceritakan semuanya kepadaku. Aku ingin sekali menuliskan lanjutan cerita
ini untukmu.
Kamu ingat aku? 30 tahun lagi kabari aku jika ingin
kembali lagi ke sini!
Hii kamu, tukik mungil yang telah pulang. Makhluk
kecil yang sudah dalam perjalanan menjelajah samudera, aku hanya ingin
bercerita bahwa senja beranjak telah berganti gelap. Itu artinya, aku pun juga
harus segera kembali ke rumah sepertimu. Namun, ingat permintaanku, aku tetap
ingin melanjutkan cerita ini.
*Dokumentasi oleh: Claudius Hans Cristian Salvatore dan Thom Arga
13 comments
Aku beberapakali lihat penyu berjuang jalan ke laut waktu di Karimunjawa. Aku biarin aja, cuma pulihat dari kejauhan hahahahhah
BalasHapusBanyak? Penyu udah gede apa tukik?
HapusTerus bener-bener nyemplung ke laut kan mas? Enggak diambil orang atau dipatok ayam?
*tanda tanya semua tolong dijawab.
Kisah Pak Rujito itu malah menarik kalau diangkat jadi cerita sendiri ya. Pemburu yang tobat trus jadi pendukung konservasi penyu. Btw jadi tahu yen di Bantul ada pelepasan tukik seperti ini, ngertinya cuma marak di Karimunjawa ama beberapa pantai di Jawa Timur en Bali hahaha.
BalasHapusIya menarik banget mas, kapan-kapan mau ah sehari lebih dekat dengan Pak Rujito :).
HapusMusim-musim pertengahan tahun gini mas, musim penyu bertelur...banyak kok dari deretan pantai pelangi kretek, sampai pantai pantai daerah samas. Seru bangettt ih mau lagi ikut ikut terus
bagus-bagus nih yang seperti ini harus di dukung. daripada memelihara dan tidak bertanggung jawab.
BalasHapusPenyu ga boleh dipelihara sembarang orang kak :) tapi ya kenyataannya masih aja sering ditemukan yanh jual tukik-tukik di luar sana. Entah untuk dipelihara atau dikonsumsi :(
Hapuspernah pelihara kura kura
BalasHapusmulai dari kecil seukuran kue apem, sampai besar seukuran loyang
tapi sayang sekali, mati
gegara ditinggal liburan beberapa hari, enggak dikasih makan
heuheuheuheu
Hyaaa aku tau banget rasanya sedihnya kaya gimana... kalau melihara dari kecil itu rasanya udah kaya punya ikatan batin mendalam padahal. Mbok kemarin dititipin aku aja sblm liburan :)
HapusFix, aku disalip sama Mba Dwi. Skrg sudah makin g ajak2 kalau ke sini. Aku di php ibunya dinas Bantul. uh..
BalasHapusPengen banget moto tukik pas lagi senja..
Yang bener, yang php itu hanif. Dia mau ngajakin aku lepas tukik sejak bulan maret kalau ga salah... udah kutunggu tunggu, eh dia sibukknya bukan main. Nggak pagi, nggak malem kerja...kejar setoran buat khitbah :p
HapusEh sumpah dari dulu aku pengen ngelepas tukik ke samudra loh. Dan baru tahu klo di Bantul ada ginian :D
BalasHapusLha ya ada mas, mari ikutan...ini mumpung pertengahan bulan, musimnya penyu penyu pada bertelur
Hapusterkadang masih banyak orang yang memelihara hewan-hewan di lindungi, padahal kan gak boleh, tapi dengan adanya pelestarian ini akan membantu mengurangi populasi penyu yang langka..
BalasHapus